Ombudsman RI Perwakilan Banten Akan Investigasi Terkait Dugaan Maladministrasi Rotasi dan Mutasi Pejabat Pemrov Banten

Serang, (gerbangbanten.co.id) – Pemprov Banten beberapa waktu lalu melakukan rotasi dan mutasi terhadap 478 pejabat dilingkungan Pemprov Banten. Dari 478 pejabat, sebanyak 248 pejabat di antaranya dirotasi.

Atas hal tersebut, Ombudsman RI Perwakilan Banten menduga adanya potensi maladministrasi dalam rotasi ratusan pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.

Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut. termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara Negara dan Pemerintahan yang menimbulkan kerugian materil / immateril bagi masyarakat maupun perseorangan.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Banten Fadli Afriadi mengatakan, pada rotasi jabatan itu, Ombudsman mencermati dari 478 pejabat eselon III dan IV, 53,8 persen pejabat di antaranya dipindahkan secara lintas struktural, baik yang bersifat mutasi, promosi maupun demosi.

“Dari seluruh perpindahan tersebut, 27 persen di antaranya dipindahkan ke bidang yang tidak linier dengan latar belakang pegawai,” kata Fadil kepada wartawan di kantornya, Rabu 10 Mei 2023.

Fadil mengatakan, potensi mal lpadministrasi dengan menempatkan pegawai yang tidak linier dengan bidang kerjanya dulu tentunya dapat membawa dampak negatif khususmya dalam kualitas pelayanan publik.

Menurutnya, efektivitas birokrasi dapat dilihat dari kualitas pelayanan yang prima. Birokrasi yang efektif dibangun antara lain dengan keberadaan pejabat/pegawai yang berkompeten.

Kompetensi sendiri bisa berasal dari latar belakang pendidikan, pelatihan yang dilalui, pengalaman kerja, hingga kecenderungan pegawai yang bersangkutan.

Selain itu juga mempertimbangkan kualifikasi, syarat Jabatan, penilaian atas prestasi kerja, kepemimpinan, kerja sama, kreativitas, tanpa membedakan
jender, suku, agama, ras, dan golongan.

Ketentuan mengenai hal itu diatur dalam UU ASN beserta peraturan perundang-undangan yang menjadi turunannya. Hal demikian tentu sudah dipahami oleh PPK maupun Pejabat yg Berwenang di bidang kepegawaian dan sudah seharusnya dijadikan dasar dalam penempatan pegawai/personal.

“Penempatan pegawai yang kurang memperhatikan norma-norma tersebut dapat menyebabkan banyak kerugian. Pertama, masyarakat tidak memperoleh layanan yang maksimal. Kemudian, kinerja instansi juga menjadi terganggu. Berikutnya, timbul demotivasi pada diri pegawai yang bersangkutan,” ungkapnya.

Oleh karenanya, diperlukan kecermatan dan pertimbangan yang komprehensif. Momentum penempatan/pengangkatan pejabat sudah selayaknya menghindari jauh-jauh pertimbangan like or dislike, nepotisme, kepentingan politik sempit, atau bahkan jual beli jabatan.

“Sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik yang bertugas untuk melakukan upaya-upaya pencegahan mal administrasi dan memperhatikan permasalahan yang berkembang di publik, dengan IAPS Ombudsman akan melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan kepada pihak-pihak
terkait,” terangnya.

Selanjutnya, berdasarkan hasil pemeriksaan dan analisis, Ombudsman tentu akan menyampaikan Saran ataupun pemberian Tindakan Korektif apabila betul ditemukan terjadi maladministrasi.

“Di sisi lain, dengan adanya pemeriksaan dan hasilnya nanti dapat menjadi legitimasi jika pelaksanaan hal di atas sudah sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. Ini sesuai dengan prinsip imparsialitas atau ketidakberpihakan Ombudsman di seluruh dunia dalam menjalankan tugas dan kewenangannya,” pungkasnya.

Bagikan di Media Sosial mu