Lahan Gambut Bekas Kebakaran Dimanfaatkan Jadi Lahan Pertanian Nanas
Gerbang Banten – Kebakaran lahan gambut di Sungai (Sei) Pakning, Bengkalis, Riau hampir terjadi setiap tahunnya. Sehingga, merugikan masyarakat yang terkena sebaran asap yang akan menimbulkan penyakit.
Puncaknya, pada tahun 2012 si jago merah melahap tanpa ampun lahan gambut. Hal itu juga membuat masyarakat tidak dapat mencari nafkah, karena selalu disibukkan dengan pemadaman kebakaran.
Namun kini, kejadian tersebut bisa diantisipasi semaksimal mungkin. Sebab, pemerintah bersama Pertamina RU II Production Sei Pakning, serta masyarakat setempat menginisiasi program mitigasi Kebakaran Lahan dan Hutan (Karlahut) berbasis masyarakat.
Dalam program tersebut, lahan gambut dialihfungsikan menjadi lahan produktif dengan ditanami nanas.
Ketua Kelompok Tani Tunas Makmur, Samsul mengatakan, program tersebut dimulai sejak 2015. Pada tahap awal, 3 hektare lahan gambut bekas kebakaran disulap Samsul menjadi lahan pertanian nanas.
Menurut Samsul, masyarakat juga mendapatkan bantuan pendampingan dari Pertamina. Salah satunya pendampingan untuk mengalihfungsikan lahan semak belukar gambut bekas area kebakaran lahan, menjadi lahan pertanian nanas. lainnya adalah diversifikasi produk olahan nanas.
“Jadi, setelah kebakaran kami bergerak mencoba tanam nanas. Bibitnya kami ambil jauh di Siampit. Sebenarnya lahan gambut paling cocok, ya ditanami nanas. Jadi dulunya kakek kami di sini tanam nanas,” kata Samsul di Sei Pakning, Bengkalis, Selasa (17/9/2017).
Hasilnya, ungkap Samsul, sangat menjanjikan. Pada tahun pertama panen buah nanas mencapai 7.000 buah sampai 8.000 buah per hektare.
Terdapat tiga kategori buah nanas yang dipanen, pertama buah nanas kategori grade A yang memiliki kualitas yang baik dan berukuran besar. ?Buah nanas dengan grade A laik dijual ke pasar-pasar.
Kedua, grade B yang merupakan kelas menengah dan kadang dijual atau diolah kembali menjadi produk yang mempunyai nilai tambah.
Ketiga buah nanas grade C merupakan buah yang berukuran kecil dan tidak laik dijual dan diperuntukan untuk menjadi produk yang mempunyai nilai tambah seperti keripik nanas, dodol nanas, selai nanas dan lain-lainnya.
Saat ini, telah ada lahan gambut seluas 4,5 hektare yang ditanami nanas.
“Masa panennya itu setahun sekali. Lahan 3 ha itu berhasil. Kalau diuangkan, Rp 10 juta per hektare sekali panen. Harga per buah untuk grade A itu dijual Rp 2.500 per buah,” ujar dia.
Samsul berharap adanya bantuan tambahan dari pemerintah maupun Pertamina berupa alat pembersihan lahan gambut.
“Saat ini 1 ha sudah Rp 7 juta pembersihan lahannya dan kami sistem harian kerja. Ke depannya harapannya ada bantuan alat untuk pembersihan, sehingga prosesnya menjadi cepat,” kata dia.
Sementara itu, Manager Produksi Pertamina RU II Production Sei Pakning, Nirwansyah menambahkan, program ini akan terus berjalan hingga masyarakat bisa mandiri menjalankan pertanian tanpa bantuan perusahaan. Dia menargetkan, program ini akan selesai pada 2020.
Menurut dia, pada tahun 2016 Pertamina telah mengeluarkan dana Rp 600 juta untuk pemberdayaan petani nanas. Pada tahun ini, sebanyak 1,050 miliar telah disiapkan Pertamina untuk mendukung kegiatan pertanian nanas.
“Ini kan sudah dijelaskan tadi ini belom tuntas. Itu nanti ada di salah satunya dengan memberikan manfaat. Jadii tidak hanya mendapat bantuan tetapi bisa meningkatkan pendapatan. Nantinya kalau sudah mandiri kami lepas,” ujar dia. (irna)
Sumber : Kompas.com