Rabu, Maret 26, 2025
BANTEN

Korupsi Masih “ Menggurita ” di Lembaga Pemerintahan Banten

BANTEN (Gerbang Banten) – Korupsi masih terus menggurita di berbagai lembaga pemerintah di Provinsi Banten, hingga tahun 2017. Bahkan survei persepsi antikorupsi yang dilakukan Indonesia Curruption Watch(ICW) dan Polling Center di Provinsi Banten menunjukan bahwa warga semakin pesimis terhadap pemberantasan korupsi di wilayahnya.
Peneliti Polling Center ICW Frazna Fadilla mengatakan, korupsi paling bayak terjadi yakni pada birokrasi. “Level korupsi tertinggi di Banten ada di beberapa sektor, seperti pendaftaran menjadi pegawai negeri sipil (PNS), polisi, pengadaan barang, sampai ke tingkat sekolah-sekolah,”kata Frazna, saat melakukan diseminasi hasil survei antikorupsi di Banten, Kota Serang, pecan lalu.
Bahkan Frazna menyebutkan, warga Banten pesimis aktivitas korupsi bisa menurun. “Dari total 470 responden warga Banten dari 8 kabupaten/kota serta 44 desa dan kelurahan, mereka menilai praktik suap masih dianggap wajar. Ada 31persen  warga yang menilai suap bukan praktik korupsi dan dinilai wajar,” katanya.
Di samping itu, kata Frazna,  ada 92 persen masyarakat Banten yang melihat tidak ada perbaikan pada level korupsi dalam 2 tahun terakhir di daerahnya. Bahkan persepsi warga Banten lebih negatif dibanding masyarakat Indonesia pada umumnya terhadap level korupsi di berbagai sektor.
Frazna mencontohkan, di sektor penerimaan PNS. Sekitar 62 persen responden percaya bahwa penerimaan PNS di Banten penuh oleh praktik korupsi. Di kepolisian, sebanyak 54 persen  mengatakan terjadi praktik korupsi.
Sedangkan soal pengadaan jasa, menurutnya, persepsi responden bahkan sampai 58 persen  percaya banyak terjadi praktik korupsi. Di samping itu, implementasi anggaran pemerintah sebanyak 55 persen, kesehatan 42 persen, dan untuk urusan administrasi publik sampai 42 persen penuh dengan praktik korupsi.
Hal ini menurut Prazna, banyak dipengaruhi pengalaman-pengalaman masyarakat, misalnya ketika pengalaman berurusan dengan pengadilan, kepolisian, atau saat bersentuhan dengan pemerintah. Pengalaman itu berkaitan dengan pemerasan, pungutan liar, dan suap yang nilainya beragam, dari jutaan sampai ratusan ribu rupiah.
Di tempat berbeda, aktivis ICW Ade Irawan menyebutkan,  bahwa gambaran pada sektor-sektor yang berhubungan dengan publik masih ditemukan praktik korupsi. Suap dan pemerasan, menurutnya, menjadi pekerjaan institusi penyedia layanan yang ada di Provinsi Banten.
“Faktanya, di sektor yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak di Banten, praktik korupsi, pemerasan, suap masih terjadi. Artinya, ini pekerjaan rumah untuk memperbaiki tata kelola. Institusi penyedia layanan dibuat jauh terbuka,” tuturnya.
Hal ini juga diakui oleh  Gubernur Banten Wahidin Halim. Bahkan dia,  mengaku memiliki bukti tindakan korupsi yang masih dilakukan para pejabat di lingkungan Pemprov Banten.
Pernyataan tersebut, disampaikan Wahidin dalam sambutan Musyawarah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022, di salah satu hotel di Kota Serang, beberapa waktu lalu.
Mantan Camat Ciputat, Tangerang di era 90an ini.  menjelaskan tentang pentingnya tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih di Provinsi Banten. Menurutnya, tanpa hal tersebut mata rantai korupsi selamanya tidak akan pernah putus.
Mata rantai itulah yang menyebabkan Banten tertinggal. “Saya punya bukti bahwa kelemahan-kelemahan kita, setelah saya lakukan investigasi selama satu bulan ini, saya dapat bukti cukup, bahwa kita belum bisa melepaskan diri dari kegiatan-kegiatan berbau korupsi,” tutur Wahidin yang pernah menjabat sebaga Kasat POL PP Kabupaten Tangerang ini. (Red/01)

Tinggalkan Balasan