Kasus Persekusi Biksu Mulyanto Berujung Damai
Tangerang (Gerbang Banten)-Biksu Mulyanto Nurhalim diprotes warga Kebon Baru RT 001 RW 001, Desa Babat, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang karena dinilai telah menyalahgunakan fungsi tempat tinggal menjadi tempat ibadah.
Meski demikian, melalui rapat musyawarah tingkat Muspika Kecamatan Legok, permasalahan tersebut sudah diselesaikan oleh berbagai pihak.
“Dengan cara yang tepat dan cepat, permasalahan sudah selesai,” kata Kasat Reskrim Polres Tangerang Selatan AKP Ahmad Alexander, Minggu (11/2).
Ahmad mengatakan, di kediaman Biksu Mulyanto Nurhalim memang sering dikunjungi umat Buddha dari luar Kecamatan Legok, terutama pada hari Sabtu dan Minggu untuk memberikan makan kepada biksu dan minta didoakan, bukan melaksanakan kegiatan ibadah.
“Hal ini dapat dimaklumi karena biksu tidak boleh pegang uang dan beli makanan sendiri. Rumah Biksu Mulyanto Nurhalim dipastikan untuk tempat tinggal, bukan rumah ibadah umat Buddha seperti yang dicurigai,” ucap Ahmad.
“Sepakat menyatakan permasalahan selesai dan saling menyadari kesalahan yang ada, kemudian saling memaafkan,” tutur Ahmad.
Kapolsek Legok AKP Murodih mengatakan, permasalahan yang terjadi berawal pada Minggu (4/2/2018) di kediaman Biksu Mulyanto diadakan bakti sosial dari umat Buddha dan diduga setiap Minggu sering diadakan kegiatan agama Buddha.
“Tidak dibenarkan jika ada kegiatan ibadah keagamaan yang dilakukan. Saya akan melarang karena izin Biksu Mulyanto Nurhalim di rumah tersebut adalah izin tempat tinggal, bukan untuk kegiatan ibadah. Jika memang dari awal itu adalah izin tempat tinggal maka kembalikan sebagai tempat tinggal, jangan dijadikan tempat ibadah,” kata Murodih.
Pihaknya meminta bila ada kegiatan masyarakat di wilayah, baik itu kegiatan agama maupun kegiatan hiburan, untuk disampaikan kepada pihak kepolisian setempat.
“Kita sama-sama di sini saling menjaga lingkungan untuk situasi kamtibmas yang baik. Selayaknya kepada Romo jika ada kunjungan yang datang ke rumah Biksu Mulyanto Nurhalim, setidaknya ada pemberitahuan bila melebihi 1×24 jam untuk tamu,” ucap Murodih.
Kades Babat, Sukron Ma’mun, menuturkan bahwa masyarakat di daerahnya selama ini hidup rukun dan berdampingan.
“Perlu diketahui, kami warga Babat dari dulu selalu tidak ada masalah. Kami sangat toleransi sekali dengan pemeluk agama lain. Kami hidup rukun, bahkan ada dua RT di desa kami ketua RT-nya berasal dari turunan China.
Sementara itu, Romo Kartika, pemuka agama Buddha, mengakui bahwa yang dilakukan rekan-rekannya akibat dari kurangnya pemahaman. Meski demikian, Romo Kartika menampik bahwa kegiatan yang dilakukan oleh Mulyanto Nurhalim adalah kegiatan keagamaan.
“Adapun kegiatan hari Minggu, dengan datangnya tamu dari luar, itu bukanlah kegiatan ibadah, hanya datang memberi bekal makan dan biksu sekadar mendoakan mereka yang telah datang,” kata Romo Kartika.
Adapun Ketua MUI Legok, Odji Madroji, menuturkan, di Desa Babat sudah sering terjadi bahwa rumah yang awalnya tempat tinggal, tetapi lama-kelamaan ketika jemaah menjadi banyak kemudian dibangun tempat ibadah.
“Kami khawatir jika tempat Biksu Mulyanto Nurhalim di Desa Babat dan kecurigaan masyarakat, tempat tersebut dijadikan tempat syi’ar umat Buddha. Jika jelas itu hanya tempat tinggal bukan sebagai tempat ibadah, menurut kami, tidak ada masalah dan masyarakat Babat sangat akan bisa menerima,” tuturnya.
Camat Legok, Nurhalim, mengatakan, jika memang ada kegiatan keagamaan maka sebaiknya dilakukan di wihara sebagaimana tempat ibadah umat Buddha.
“Jadi kalau hanya dijadikan tempat tinggal maka masyarakat Desa Babat tidak keberatan kalau memang ingin ibadah. Jangan di situ, silakan ibadah mencari wihara. Jika ada kegiatan, tolong diinformasikan, dikoordinasikan dengan aparat setempat, tokoh sekitar, dan pihak keamanan sehingga masyarakat tidak curiga,” kata Nurhalim.(ben)
Pingback: see this page