Herman Fernandez: Dari Perlawanan Bawah Tanah di Bayah Hingga Gugur di Yogya
Jakarta, (gerbangbanten.co.id) – Perjuangan revolusi fisik Indonesia tidak hanya melibatkan tokoh-tokoh yang telah dikenal secara luas, tetapi juga menyimpan kisah-kisah heroik dari pejuang lokal yang jarang mendapat sorotan. Salah satunya adalah Herman Yoseph Fernandez, putra asli Larantuka, Flores Timur. Perjalanan hidupnya dalam berbagai perlawanan di masa revolusi serta pengorbanan terakhirnya dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan, menjadikan Herman Fernandez layak diakui sebagai pahlawan nasional.
Herman Fernandez menunjukkan kiprahnya dalam tekanan penjajahan Jepang pada tahun 1943 sebagai buruh tambang di Bayah, Banten. Pada masa itu, tambang batubara Bayah merupakan salah satu tempat kerja paksa (romusha) yang terkenal kejam. Buruh-buruh yang dipekerjakan sering kali menghadapi penderitaan fisik dan mental akibat eksploitasi besar-besaran.
Namun, dalam keadaan yang keras tersebut, Herman bertemu dengan Tan Malaka, tokoh pergerakan kemerdekaan yang dikenal dengan gagasannya tentang revolusi. Di Bayah, Tan Malaka memimpin inisiatif yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan buruh, seperti pendirian dapur umum, tetapi juga menginspirasi semangat perlawanan di antara mereka. Herman dan rekan-rekannya, termasuk Alex Rumambi, bukan hanya berjuang untuk bertahan hidup, tetapi juga mulai menyusun jaringan perlawanan bawah tanah.
Di sinilah awal mula Herman Fernandez menjadi bagian dari perlawanan besar bangsa. Kiprahnya sebagai buruh tambang yang ikut serta dalam gerakan memperjuangkan hak-hak dasar kaum romusha memperlihatkan kualitas kepemimpinan dan kepeduliannya terhadap sesama. Sikapnya yang rela menyumbangkan sebagian upah untuk pendidikan rekan-rekan pejuang di Yogyakarta, seperti Frans Seda, menunjukkan pengabdian total Herman terhadap perjuangan rakyat.
Kembali ke Yogyakarta dan Bergabung dengan Tentara Pelajar
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Herman Fernandez memutuskan kembali ke Yogyakarta. Dengan semangat yang terus membara, ia bergabung dengan Tentara Pelajar, salah satu organisasi militer yang beranggotakan pemuda-pemuda Indonesia yang ingin mempertahankan kemerdekaan dari Belanda. Di masa ini, Tentara Pelajar menjadi garda terdepan dalam berbagai pertempuran di sekitar Jawa Tengah, khususnya di wilayah Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibu kota Indonesia.
Keberanian Herman terlihat dari keterlibatannya dalam pertempuran melawan pasukan Belanda dalam Agresi Militer II. Herman dan teman-temannya dari Tentara Pelajar dikenal gigih menghadang laju tentara Belanda yang berusaha merebut kembali Indonesia. Meski jumlah mereka kalah jauh dibandingkan dengan pasukan Belanda yang lebih terlatih dan bersenjata lengkap, Herman tidak gentar. Ia menunjukkan kecerdasan strategi dalam pertempuran gerilya dan keberanian dalam menghadapi musuh.
Menggugah Semangat di Organisasi KRIS dan GRISK
Herman Fernandez kemudian bergabung dengan Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) dan Gerakan Rakyat Indonesia Soenda Ketjil (GRISK), yang dipimpin oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional seperti Prof. Dr. Ir. Herman Johannes. Di dalam organisasi ini, Herman terlibat aktif dalam pengembangan gerakan rakyat dari Sulawesi hingga Nusa Tenggara Timur (NTT), wilayah asalnya. Organisasi ini menjadi wadah bagi rakyat dari wilayah timur Indonesia untuk turut memperjuangkan kemerdekaan melalui berbagai peran, baik di medan pertempuran maupun di jalur diplomasi.
Peran Herman dalam KRIS dan GRISK tak lepas dari komitmennya untuk menggerakkan semangat juang rakyat dari wilayah timur Indonesia. Kontribusinya di dalam organisasi ini turut memperkuat fondasi solidaritas di antara pejuang dari berbagai daerah, khususnya dari Sulawesi dan NTT. Dengan jaringan yang semakin kuat, peran Herman dalam memperjuangkan persatuan Indonesia semakin nyata.
Kontribusi paling monumental dari Herman Fernandez adalah pengorbanannya dalam pertempuran di Sidobunder, Kebumen, Jawa Tengah, pada 1 September 1947. Pertempuran ini terjadi sebagai bagian dari perlawanan rakyat terhadap agresi militer Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Pada pertempuran ini, Herman tergabung dalam Batalyon Paradja yang dikenal dengan pasukan-pasukannya yang berasal dari Nusa Tenggara Timur. Sebagai pengoperasi senapan mesin berat, Herman menunjukkan keberanian luar biasa dalam menghadapi serangan musuh.
Sayangnya, pertempuran ini juga menjadi akhir dari perjuangan fisik Herman. Ia gugur di medan perang, meninggalkan jejak keberanian yang terus diingat oleh rekan-rekannya. Kematiannya di medan tempur menjadi simbol pengorbanan besar bagi bangsa ini, khususnya bagi rakyat dari NTT yang melihat Herman sebagai pahlawan dari wilayah timur Indonesia.
Layak Diakui Pahlawan Nasional
Kiprah Herman Fernandez tidak hanya tentang berjuang di medan perang, tetapi juga mengangkat derajat perjuangan rakyat Nusa Tenggara Timur dalam upaya kemerdekaan Indonesia. Ada beberapa alasan kuat yang mendasari pengakuan Herman sebagai pahlawan nasional.
Herman terlibat dalam berbagai gerakan kemerdekaan, baik di tambang Bayah sebagai romusha yang berjuang di bawah inisiasi Tan Malaka, maupun dalam pertempuran fisik bersama Tentara Pelajar dan Batalyon Paradja.
Herman Fernandez menunjukkan komitmen yang luar biasa dalam memperjuangkan persatuan rakyat Indonesia, khususnya rakyat dari NTT, melalui perannya dalam KRIS dan GRISK.
Gugurnya Herman dalam pertempuran Sidobunder menjadi bukti nyata pengorbanan tanpa pamrih bagi kemerdekaan Indonesia. Herman menjadi simbol pengorbanan pejuang dari timur Indonesia yang ikut serta dalam perjuangan nasional.
Dengan jejak perjuangan dan pengorbanannya yang luar biasa, Herman Yoseph Fernandez bukan hanya pejuang dari Nusa Tenggara Timur, tetapi juga pejuang nasional yang pantas diberi pengakuan sebagai pahlawan nasional. Kiprah dan pengorbanannya adalah bagian penting dari sejarah kemerdekaan yang harus terus diingat dan dihormati oleh generasi penerus bangsa.